Trilogi-university.ac.id – Jakarta, 28 September 2025, Generasi Z, yang lahir antara 1997 dan 2012, menghadapi tantangan karier Gen Z yang kompleks saat memasuki dunia kerja di tengah disrupsi teknologi dan persaingan ketat. Penelitian global menunjukkan bahwa mereka berjuang untuk menemukan pekerjaan yang selaras dengan ambisi mereka di tengah lanskap kerja yang berubah cepat. Oleh karena itu, perusahaan perlu merancang strategi baru untuk mendukung dan mempertahankan talenta muda ini agar tetap kompetitif di era modern.
Hambatan Karier Gen Z: Penurunan Lowongan Pemula
Gen Z kesulitan menemukan pekerjaan tingkat pemula karena lowongan untuk posisi ini menurun drastis. Data global mencatat penurunan sebesar 29% sejak awal 2024. Akibatnya, banyak Gen Z menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan tujuan karier jangka panjang mereka. Misalnya, hampir setengah dari mereka mengaku pekerjaan saat ini tidak mencerminkan impian karier mereka. Persaingan ketat ini mendorong Gen Z untuk berpindah pekerjaan lebih cepat dibandingkan generasi lain. Rata-rata, mereka hanya bertahan 1,1 tahun dalam lima tahun pertama karier, jauh lebih singkat dibandingkan Milenial (1,8 tahun), Gen X (2,8 tahun), dan Baby Boomers (2,9 tahun).
Perjuangan Gen Z di Dunia Kerja: Kesenjangan Kepercayaan Diri
Gen Z juga menghadapi hambatan internal, seperti kurangnya kepercayaan diri. Sekitar 40% dari mereka menganggap pendidikan atau latar belakang pribadi, seperti kondisi keluarga atau demografi, menghambat mereka dalam meraih karier idaman. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Milenial (39%), Gen X (34%), dan Baby Boomers (27%). Selain itu, faktor seperti akses pendidikan dan status sosial ekonomi sering kali membatasi peluang mereka. Tanggung jawab keluarga juga mengurangi fleksibilitas mereka dalam mengejar karier. Perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang inklusif untuk mengatasi hambatan ini dan mendukung perkembangan talenta muda.
Antusiasme dan Kekhawatiran terhadap AI
Gen Z menunjukkan antusiasme besar terhadap teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI). Lebih dari setengah responden (55%) menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas di tempat kerja, jauh di atas rata-rata global. Angka ini meningkat dari 48% pada tahun sebelumnya, menunjukkan adopsi teknologi yang cepat. Namun, 46% Gen Z juga khawatir tentang dampak AI terhadap pekerjaan mereka. Kesenjangan gender dalam pelatihan AI juga mencolok: 46% pria Gen Z menerima pelatihan, dibandingkan hanya 38% perempuan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan akses pelatihan yang merata untuk memanfaatkan potensi teknologi ini secara maksimal.
Ambisi Jangka Panjang vs Mobilitas Tinggi
Meskipun menghadapi berbagai tantangan karier Gen Z, generasi ini tetap fokus pada masa depan. Sekitar 40% dari mereka mempertimbangkan tujuan karier jangka panjang saat memilih pekerjaan. Namun, kurangnya jalur pengembangan karier menjadi alasan utama kedua setelah gaji untuk mencari pekerjaan baru. Lebih dari separuh Gen Z (54%) aktif mencari peluang baru, dan hanya 11% berencana bertahan lama di pekerjaan saat ini. Dengan demikian, perusahaan perlu merancang jalur karier yang jelas untuk mempertahankan talenta muda yang ambisius ini.
Solusi untuk Mendukung Gen Z
Perusahaan dapat mengatasi tantangan karier Gen Z dengan langkah strategis. Pertama, mereka harus meningkatkan jumlah lowongan tingkat pemula dengan jalur pengembangan yang jelas. Kedua, pelatihan teknologi, khususnya AI, perlu diberikan secara inklusif untuk mengurangi kesenjangan gender dan sosial. Ketiga, perusahaan harus membangun budaya kerja yang mendukung fleksibilitas dan pertumbuhan pribadi. Misalnya, program mentoring dan pelatihan keterampilan dapat meningkatkan kepercayaan diri Gen Z. Selain itu, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional akan membantu mempertahankan talenta muda. Dengan langkah-langkah ini, perusahaan dapat memanfaatkan potensi Gen Z sebagai generasi yang inovatif dan berorientasi pada masa depan.
Gen Z menghadapi dunia kerja yang penuh dinamika, tetapi dengan dukungan yang tepat, mereka dapat menjadi kekuatan besar dalam perekonomian global. Perusahaan yang menyesuaikan strategi mereka akan berhasil menarik dan mempertahankan talenta muda ini, sekaligus mendorong inovasi di era disrupsi teknologi.