Anda tahu, pemerintah kita ini memang lagi gencar-gencarnya memberantas judi online yang semakin meresahkan. Buktinya? Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baru-baru ini bikin gebrakan besar. Mereka berhasil memblokir hampir 2,5 juta konten dan situs terkait judi online hanya dalam waktu dua pekan saja!
Serius, ini bukan angka main-main. Langkah masif ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak main-main dalam menjaga ruang digital kita dari aktivitas ilegal seperti perjudian. Ini demi melindungi kita semua, terutama anak-anak muda, dari dampak buruknya.
Komdigi Sikat Hampir 2,5 Juta Situs Judi Online dalam 2 Pekan!
Data mengejutkan ini langsung disampaikan oleh Menkomdigi, Meutya Hafid, saat berkunjung ke kantor PPATK di Jakarta. Periode pemblokiran ini berlangsung dari 20 Oktober hingga 2 November 2025. Bayangkan, hanya dalam dua minggu!
“Total situs dan konten yang kami tutup mencapai 2.458.934, dengan jumlah situs sekitar 2,166 juta,” kata Meutya. Angka ini jelas membuktikan keseriusan Komdigi dalam membasmi praktik ini.
Selain situs web biasa, Komdigi juga menyasar layanan berbagi berkas (file sharing). Kenapa? Karena seringkali ada konten judi yang disisipkan di sana, walaupun bukan keseluruhan kontennya judi. Ini berarti pengawasan dilakukan secara menyeluruh.
Kok Bisa Ya, Media Sosial Jadi Sarang Utama Judi Online?
Nah, ini menariknya. Menkomdigi mengungkapkan bahwa sebagian besar konten judi online ini tersebar luas di platform media sosial. Tidak heran, kan? Media sosial punya jutaan pengguna di Indonesia, jadi mudah banget bagi para pelaku untuk menjaring korbannya di sana.
Berdasarkan data Komdigi, berikut adalah rincian sebaran konten dan situs judi online yang telah mereka tangani:
- Total Pemblokiran: 2.458.934
- Situs Web: Sekitar 2,166 juta
- Layanan Berbagi Berkas (File Sharing): 123.000 konten
- Platform Meta (Facebook, Instagram, dll.): Lebih dari 106.000 konten
- Google dan YouTube: Sekitar 41.000 konten
- X (sebelumnya Twitter): 18.600 konten
- Telegram: 1.942 konten
- TikTok: 1.138 konten
- LINE: 14 konten
- App Store: 3 konten
Melihat data di atas, jelas bahwa platform seperti Meta (yang menaungi Facebook dan Instagram) serta Google/YouTube jadi sasaran empuk. Angkanya jauh lebih tinggi dibanding platform lain. Ini menjadi tantangan besar bagi berita teknologi terkini di era digital.
Seruan Tegas Komdigi: Platform Harus Ikut Tangan!
Menteri Meutya meminta semua platform media sosial yang beroperasi di Indonesia untuk lebih proaktif memerangi judi online. Salah satu caranya adalah dengan memperketat sistem keamanan internal platform mereka.
“Kami mendorong agar platform turut melakukan self-censor (sensor mandiri) terhadap situs atau akun yang menyisipkan aktivitas perjudian di dalam sistem mereka,” tegas Menkomdigi. Artinya, platform harus lebih peka dan cepat bertindak sebelum Komdigi turun tangan.
Tantangan Besar: Gali Lubang Tutup Lubang
Angka pemblokiran yang mencapai 175.638 konten atau situs per hari ini menunjukkan betapa masifnya upaya Komdigi. Namun, ini juga memperlihatkan bahwa pelaku judi online terus-menerus membuat situs baru. Ibaratnya, mereka melakukan strategi “gali lubang tutup lubang”. Ini jadi pekerjaan rumah terbesar bagi kebijakan pemerintah dan regulator.
Kenapa Ada Beda Jauh Antara Platform Media Sosial?
Data menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok antar platform. Meta dan Google/YouTube memang menjadi kontributor terbesar. Tapi, kenapa TikTok, LINE, atau App Store punya angka yang jauh lebih kecil?
Dua Sisi Koin: Sistem Keamanan atau Efektivitas Pelaku?
Ada dua kemungkinan:
- Sistem keamanan internal (moderasi konten) di platform tersebut memang lebih ketat, sehingga aktivitas judi lebih sulit lolos. Ini bisa jadi contoh baik untuk tips keamanan digital yang patut ditiru.
- Atau, platform tersebut dinilai kurang efektif oleh para pelaku judi online untuk menjaring korban dibandingkan dengan Meta atau Google yang punya jangkauan pengguna lebih luas.
Apapun alasannya, perang melawan judi online ini memang panjang dan butuh kerja sama semua pihak. Dari pemerintah, platform digital, hingga kesadaran kita sebagai pengguna. Yuk, jaga ruang digital kita tetap bersih!
