Trilogi-university.ac.id – Jakarta, 1 Oktober 2025 – Rahmat Putra Yudha, guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 13 Pontianak, meraih International Creativity in Schools Awards 2025 dari Global Institute of Creative Thinking (GIoCT) dan UNESCO IITE Worldwide Prize Competition untuk inovasi AI mengajar Bahasa Inggris. Ia terpilih sebagai salah satu dari 30 penerima terbaik dalam Creativity in Education Summit (CES) pada 17-18 September 2025. Studi kasusnya, “Transforming English Learning with AI: A Case Study on Google’s LM Notebook in Junior High School 13 Pontianak, Indonesia”, menunjukkan bagaimana AI merevolusi pembelajaran bahasa di sekolah. Oleh karena itu, prestasi ini menempatkan Indonesia di panggung global pendidikan digital.
Yudha berhasil meningkatkan keaktifan siswa melalui pendekatan AI yang interaktif di SMPN 13 Pontianak. Dengan demikian, penghargaan ini menginspirasi pendidik lain untuk mengadopsi teknologi dalam mengajar.
Ide Inovasi AI Mengajar Bahasa Inggris
Yudha menciptakan AI mengajar Bahasa Inggris untuk mengatasi kejenuhan metode konvensional. “Saya melihat siswa kesulitan memahami materi karena cakupan terlalu luas,” ungkap Yudha kepada detikEdu, Selasa, 30 September 2025. Oleh karena itu, ia memanfaatkan Google LM Notebook untuk menyederhanakan penjelasan, membuat pembelajaran lebih menarik dan terstruktur.
AI ini menyerupai dialog podcast dua orang, dengan siswa sebagai pendengar ketiga. “Pendekatan ini seperti mendengarkan cerita, memberikan perspektif kaya,” jelasnya. Misalnya, guru memasukkan sumber relevan untuk membatasi topik sesuai kurikulum. Dengan demikian, siswa memahami materi 40% lebih baik, menurut evaluasi sekolah. Selain itu, Yudha, alumni beasiswa LPDP 2007 dan Master of Education TESOL dari Wollongong University, Australia, mengintegrasikan pengalaman globalnya dari pertukaran guru di University of Cagliari, Italia, pada 2013-2014.
Transformasi Kelas dengan AI Mengajar Bahasa Inggris
Yudha menerapkan AI mengajar Bahasa Inggris untuk mengubah dinamika kelas di SMPN 13 Pontianak. Siswa kini lebih proaktif, baik dalam mendengar maupun bertanya. “Keaktifan adalah kunci pembelajaran efektif,” tegas Yudha. Oleh karena itu, ia mengganti buku teks dengan gadget pribadi siswa, mempermudah akses materi.
Selain itu, Yudha berkolaborasi dengan NGO internasional untuk melatih guru SD melalui metode Teaching at the Right Level (TaRL) pada akhir 2025. Dengan demikian, inovasinya meluas ke komunitas pendidik. Hasilnya, keaktifan siswa meningkat 50%, berdasarkan survei sekolah. Misalnya, siswa kini berani mengajukan pertanyaan kompleks tentang tata bahasa. Untuk menjaga etika digital, Yudha memastikan privasi data siswa terlindungi. Dengan demikian, AI melengkapi peran guru, bukan menggantikannya.
Kiprah Yudha: Guru, Inovator, dan Pendiri VEA
Yudha mengajar Bahasa Inggris di SMPN 13 Pontianak sejak 2009, setelah menjadi dosen di Higher School of Economics Indonesia (2009-2012) dan IKIP PGRI Pontianak (2012-2016). Selain itu, ia menciptakan Educational Serial Book Number (ESBN), sistem identifikasi unik untuk buku pendidikan, mirip ISBN. Dengan demikian, Yudha menunjukkan jiwa inovatifnya.
Ia mendirikan Virtual Education Academy (VEA), perusahaan sosial yang memberdayakan pendidik dengan teknologi. “VEA menawarkan pelatihan Microsoft dengan 2 juta akun premium, pembuatan 680 buku digital interaktif, dan Learning Chatbots,” ujarnya. Sebagai President Indonesian Literacy Association (cabang International Literacy Association AS) dan Pembina Mata Garuda LPDP Kalimantan Barat, Yudha memperluas dampaknya. Oleh karena itu, ia menjadi teladan bagi pendidik Indonesia.
Penghargaan UNESCO dan Pengaruh Global
Penghargaan UNESCO mengakui AI mengajar Bahasa Inggris Yudha sebagai inovasi terdepan. Dipilih dari ribuan nominasi global, studinya menonjol karena relevansi lokal. “Ini membuktikan guru Indonesia mampu bersaing dunia,” katanya. Misalnya, skor Bahasa Inggris siswa SMPN 13 naik 25% setelah implementasi AI.
Studi Yudha dibagikan di CES, menginspirasi pendidik global. Dengan demikian, penghargaan ini membuka peluang kolaborasi dengan UNESCO untuk skala nasional. Selain itu, inovasinya menarik perhatian universitas seperti Wollongong untuk penelitian lanjutan. Oleh karena itu, Yudha berharap pemerintah mendukung inovasi lokal seperti ini.
Visi Yudha untuk Pendidikan Digital Indonesia
Yudha mendorong pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pelatihan AI bagi guru, terutama di daerah terpencil. “Inovasi seperti VEA harus didukung untuk mempercepat digitalisasi,” tegasnya. Meskipun ia telah mengusulkan programnya ke pemerintah pusat, respons masih minim. “Tempatkan ahli di posisi tepat sesuai good governance untuk kemajuan pendidikan,” pesannya.
Ke depan, Yudha berencana memperluas VEA ke ASEAN, membagikan 1.000 chatbot pembelajaran gratis. Dengan demikian, ia ingin menciptakan ekosistem pendidikan inklusif. Misalnya, chatbot bisa membantu siswa pedesaan mengakses pelajaran Bahasa Inggris. Oleh karena itu, visinya memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin pendidikan digital di kawasan.
Kisah Yudha dari Pontianak ke panggung UNESCO menunjukkan bahwa inovasi lokal dapat mengubah dunia pendidikan. Dengan semangat dan teknologi, ia menginspirasi pendidik untuk berinovasi tanpa batas.